Atap merupakan bagian dari rumah yang berada di bagian paling atas rumah. Dari segi kebutuhannya tentu saja perencanaan dan pembuatan atap harus diperhitungkan dengan matang. Sebab sebagai bagian teratas, atap diperlukan sebagai penutup seluruh ruangan yang ada di bawahnya. Sehingga penghuninya bisa terlindung dari panas, hujan, angin, dan binatang yang mengancam.
Konstruksi atap yang baik akan membuat sirkulasi udara yang baik pula. Perlu diperhatikan bahwa setiap lapisan atap akan meneruskan udara panas dengan suhu yang berbeda. Jadi setiap lapisan di bawahnya akan menerima panas yang semakin sedikit dari lapisan di atasnya. Dengan demikian, bisa dikatakan semakin tinggi atap rumah berarti semakin banyak lapisan udara yang semakin rendah dan semakin dingin.
Tinggi Atap Rumah yang Ideal
Sejatinya tidak ada standar khusus untuk menentukan tinggi atap rumah yang ideal. Namun tetap harus diperhatikan tinggi optimal dari beban atap itu sendiri. Ketinggian sebuah atap juga ditentukan oleh sudut kemiringan atap. Sehingga untuk perhitungannya, pertama-tama diperlukan parameter seperti sudut kemiringan yang menentukan ekonomi setiap atap. Artinya semakin kecil sudutnya maka semakin sedikit material atap yang dibutuhkan untuk menutupi atap. Kedua, sudut dipilih tergantung pada pelapisan atap yang digunakan. Dan ketiga, agaknya perlu diperhatikan dari segi penampilannya. Karena setiap atap harus sesuai dengan ukuran rumahnya.
Atap yang terlalu tinggi dari rumah kecil tentu tidak akan baik dari segi penampilan dan fungsinya. Karena itu, seharusnya keputusan untuk menaikan ketinggian punggung atap diambil untuk mengurangi beban di atap. Bukan menambah ruang untuk digunakan sebagai loteng tanpa memikirkan atap itu sendiri.
Untuk menyesuaikan tinggi atap, cobalah menghitung geometri konsekuensi dari meningkatnya ketinggian punggung bukit. Apa saja yang perlu dipertimbangkan? Misalnya perubahan karakteristik ketinggian dan dimensi atap untuk ukuran bangunan terkecil dan ketinggiannya, seperti pada gambar berikut.
Dilihat dari jenisnya, ada beberapa jenis atap rumah yang saat ini banyak diminati, yakni 4 tanah liat, aspal, metal, dan keramik.
Tanah Liat. Jenis atap ini sangat familiar untuk atap rumah yang standar. Terbuat dari proses pembakaran, atap tanah liat memiliki keunggulan seperti harganya yang ekonomis dan tahan lama, serta kuat saat dipijak. Namun tentu ada kekurangannya, atap tanah liat mudah berlumut sehingga harus dicat terlebih dahulu, serta diperlukan ketelitian saat pemasangan agar terhindar dari kebocoran.
Aspal. Atap jenis ini juga populer di Indonesia. Atap aspal dibuat dengan memadukan fiberglass dan aspal yang dilapisi mineral dengan dua jenis atap aspal yakni datar dan bergelombang. Dalam pemasangannya, aspal datar perlu disekrup ke balok gording, sementara atap aspal bisa ditempel melalui multipleks yang disekrup di rangka.
Metal. Atap berbahan metal cukup tangguh untuk keperluan bangunan sekolah, rumah sakit atau bengkel. Karena jenis atap rumah ini dibuat dari perpaduan alumunium, besi, tembaga, dan seng. Sehingga lebih kuat untuk menahan angin dan api. Bahan metal juga dikenal anti karat, anti pecah, dan anti bocor. Namun tentu saja, harganya pun mahal dan perlu ketelitian dalam memasangnya.
Keramik. Saat ini banyak juga yang menggunakan keramik sebagai atap rumahnya. Bukan saja karena tampilannya yang cantik, atap rumah keramik dikenal karena awet, tahan lama, dan tahan api. Selain itu atap keramik juga minim perawatan, ramah lingkungan, dan menggunakan sistem interlock. Namun atap keramik lebih mudah pecah dan kurang tahan pada terpaan angin.
Disamping menyesuaikan jenis dan tinggi atap, Anda juga dapat mengukur berapa meter plafon yang tepat di bawah rangka atap sehingga dapat memberi rongga yang cukup untuk memuat berbagai instalasi dan sirkulasi udara.
Plafon rendah untuk ruang sempit
Jarak plafon dengan lantai ruangan sebaiknya diperhatikan secermat mungkin. Karena saat ini banyak pemilik rumah yang menganggap bahwa plafon yang tinggi dapat diaplikasikan pada rumah dengan luas bangunan yang kecil dan besar. Padahal ini tidak sepenuhnya benar.
Sebab untuk rumah dengan luas bangunan sekitar 54 persegi, plafon yang dirancang terlalu tinggi sangat tidak memenuhi proporsinya. Karena dengan ukuran ini, lahan dibagi menjadi beberapa ruang. Selain itu, jika ruang sempit disandingkan dengan jarak plafon yang tinggi, nantinya kenyamanannya hanya sementara bahkan bisa menimbulkan masalah kedepan. Misalnya udara panas dari bawah akan mengumpul di atas dan sulit keluar.
Untuk kamar yang berukuran 3×3 meter, plafon rendah dengan tinggi sekitar 2,7 meter dirasa lebih baik dan ideal. Dan untuk ruang yang lebih besar sekitar 3×5 meter, jarak plafon lebih tinggi sekitar 0,3 meter masih bagus untuk diterapkan.
Itulah ketinggian atap rumah ideal yang dapat diterapkan untuk rumah minimalis. Ketinggian atap akan sangat bergantung pada jenis bahan atap. Jika kemiringannya sampai 60 derajat maka bisa cocok dengan sebagian besar jenis atap seperti tanah liat, aspal, hingga metal. Yang perlu diingat adalah merancang atap yang tinggi tentu akan memakan biaya ekstra karena membutuhkan jumlah material yang lebih banyak. Selain itu, ketinggian atap dan plafon juga menentukan berapa banyak jalur udara yang harus disiapkan. Baca artikel lainnya di Semoga bermanfaat!